Berita Terkini

Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah

Perkembangan kota yang masif mendorong pembangunan secara tidak langsung “menyulap” lahan sawah menjadi kawasan terbangun. Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga diperlukan strategi untuk mencegah alih fungsi lahan sawah. Sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) melalui Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada Tahun Anggaran 2021 ini melaksanakan kegiatan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah (AFLS).  Kegiatan tersebut dilaksanakan di 8 (delapan) Provinsi di Indonesia yaitu Provinsi Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi sebagai tindak lanjut penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang akan segera dilakukan, serta melakukan kajian pengendalian AFLS berdasarkan tingkat keterancaman dan nilai tambah, hingga pada akhirnya menghasilkan rekomendasi perangkat pengendalian pemanfaatan ruang beserta rencana aksi yang akan dilakukan. Pada acara pembahasan tengah tahun untuk mengevaluasi pencapaian kegiatan Pengendalian AFLS, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Budi Situmorang mengungkapkan bahwa LSD akan segera ditetapkan, dan harus segera disampaikan ke daerah beserta kajian keterancaman dan nilai tambah serta rekomendasi pengendaliannya. Sehingga penting untuk menyusun strategi pengendalian dengan monitoring secara spasial dan berkala yang diperkuat dengan memperhatikan potret kondisi lapangan. “Tolong dilihat bagaimana dinamika masyarakat disana untuk mengatasi perubahan (AFLS) sehingga dapat diatasi oleh Pemda, serta dimana terjadinya pelanggaran yang perlu diperhatikan.”, kata Budi.

Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Agus Sutanto, mengingatkan pentingnya keterkaitan antara faktor-faktor yang mengakibatkan gangguan dan kerentanan lahan sawah dengan rekomendasi pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun. Juga, perangkat pengendalian yang dirumuskan harus sepenuhnya sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah dalam penerapannya. Lebih lanjut, Agus juga menekankan pentingnya dilakukan simulasi (modeling) untuk menguji apakah perangkat pengendalian dan rencana aksi yang dirumuskan dapat efektif mengurangi laju AFLS. "Tentukan dulu performa ruang dari lahan sawah yang ingin dicapai, juga indikator-indikator untuk mencapai performa ruang tersebut. Selanjutnya, rekomendasi yang disusun harus dapat menjawab faktor gangguan dan kerentanan lahan sawah", ungkap Agus.

Di akhir sesi, Budi kembali menekankan bahwa perlu mempertajam pemantauan dan evaluasi yang dilakukan berdasarkan tipologi LSD, yang mana memiliki potensi alih fungsi, keterancaman dan nilai tambah, “Tujuan utama kegiatan ini adalah, LSD harus diselamatkan!” tegas Budi. (AR/WY/DS/NT/RE)

#DitjenPPTR
#PengendaliandanPenertibanTanahdanRuang
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia

Tim Penyebaran Informasi, Ditjen PPTR
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional