Berita Terkini

Tanam 5.000 Pohon dan Bangun 100 Sumur Resapan, Aksi Nyata Kementerian ATR/BPN Selamatkan Kawasan Puncak

Bogor, 8 November 2021 – Komitmen bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah diperlukan dalam menyelamatkan kawasan Puncak Bogor. Hal ini mengacu pada implementasi Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek –Punjur).

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Pemanfaataan Tata Ruang menginisiasi pertemuan penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan di Kawasan Puncak demi meminimalisir dampak banjir di kawasan hilir. 

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP menjelaskan bahwa kawasan Puncak sebagai hulu Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jabodetabekpunjur yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dengan kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga tutupan vegetasi di kawasan Puncak agar fungsinya sebagai kawasan resapan air tetap terjaga. 

“Kenyataanya, fungsi resapan air di kawasan puncak mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis tutupan lima tahun terakhir dengan menggunakan peta citra tahun 2016 dan tahun 2021, ditemukan perubahan tutupan vegetasi lahan, antara lain luas hutan berkurang sekitar 3.876 Hektar. Perubahan hutan tercatat menjadi pertanian sekitar 2.373  Hektar, menjadi semak belukar sekitar 1.221 hektar, dan menjadi pemukiman sekitar 282 Hektar,” sebutnya saat berbicara dalam acara “Pesan Puncak untuk Penyelamatan Kawasan Puncak” dalam rangkaian peringatan HANTARU 2021 di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (8/11/2021). 

Dengan tren perubahan tersebut, lanjut Budi, tutupan lahan di kawasan Puncak tersebut, maka limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah menjadi tinggi. Sehingga, tidak mengherankan apabila kawasan Puncak disebut sebagai salah satu pengirim banjir ke hilir kawasan Jabodetabekpunjur. 

Diawali Penanaman 5.000 Pohon 

“Untuk itu diperlukan aksi nyata penyelamatan kawasan Puncak dengan kolaborasi antar pihak untuk menghasilkan penanganan yang tepat. Adapun upaya pemulihan kawasan Puncak dilakukan melalui beberapa tahapan program, yakni penanaman pohon; pembuatan sumur resapan untuk mengurangi limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah; pembangunan bendungan kering untuk mengendalikan banjir; penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang untuk memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang; dan pengendalian hak atas tanah,” ungkapnya. 

Budi memaparkan bahwa Desa Tugu Utara dan Kecamatan Cisarua dipilih menjadi percontohan pertama dalam program penanaman pohon. Sebab, kecamatan Cisarua merupakan kecamatan terbesar di kawasan hulu DAS Ciliwung; pada tahun 2003-2014 terjadi perubahan lahan hutan menjadi kebun; terdapat villa yang letaknya di kawasan HGU atau eks HGU; banyak villa yang berkembang pesat, namun terdapat lahan kosong/minim tegakan, serta umumnya tidak dimiliki oleh masyarakat asli; dan lebih dari 60 persen dari total luas desa belum memiliki HAT. 
Selain itu, pembangunan sumur resepan yang melibatkan komunitas masyarakat setempat. 

Budi juga menyoroti bahwa di kawasan Puncak banyak dilakukan  penghijauan tapi sekadar seremonial tanpa memperhatikan pemeliharaan dan pengawasan terhadap pohon yang sudah ditanam. Sehingga, banyak tanaman hasil penghijauan tidak terawat, bahkan mati. 

“Latar belakang itulah, maka dibuatlah program fasilitasi penanaman pohon di kawasan Puncak dengan berbasis komunitas masyarakat dengan pola dengan tahap pertama dilakukan penguatan peran masyarakat, pelaksanaan melibatkan masyarakat setempat seperti kelompok tani, seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan komunitas Puncak Hijo Royo-Royo (Hiro) untuk berkomitmen memperbaiki tutupan lahan yang gersang atau terbuka melalui penanaman pohon. Selanjutnya, penyediaan bibit pohon mengakomodir aspirasi masyarakat agar mereka memiliki dan berkomitmen untuk merawat pohon. Dalam penyediaan bibit pohon bekerja sama dengan sektor lain seperti Kementerian LHK dan penanaman dan perawatan pohon dilakukan oleh masyarakat,” ujarnya. 

Budi menegaskan,”Untuk setiap pohon yang ditanam dilakukan perekaman koordinat dengan GPS. Pohon dimonitoring agar tetap hidup dan bila ada yang mati, maka akan diganti dengan pohon baru. Pelaksanaan monitoring dilakukan oleh komunitas masyarakat yang dilakukan berkala sejak penanaman hingga 3 tahun. Monitoring dilakukan menggunakan sistem informasi dengan cara mengunggah foto kondisi eksisting pohon secara berkala.”

“Kementerian ATR/BPN memfasilitasi penanaman pohon dari tahun 2021 sampai 2024 dengan target penanaman pohon sebanyak 50.000 pohon pada tahun 2021 dan 100.000 pohon setiap tahun hingga tahun 2024. Diharapkan dengan tercapainya target ini tutupan lahan di kawasan Puncak menjadi lebih baik,” ujar Budi.

Untuk diketahui bahwa dalam pohon-pohon yang ditanam berupa pohon buah-buahan produktif seperti pohon jambu sebanyak 1300 bibit; sirsak sebanyak 1525 bibit; nangka sejumlah 125 bibit; alpukat sebanyak 50 bibit; dan lemon sebanyak 100 bibit, yang bila ditotal keseluruhannya mencapai 3.100 bibit. Selain itu, kami juga menanam pohon pala sejumlah 200 bibit; pohon kopi 1.500 bibit, dan pohon bambu sebanyak 200 bibit. 

Untuk lokasi tanam ini meliputi 5 grup, yakni Grup 1 Cikoneng Blok 7 dengan penanaman 1.000 pohon; Grup 2 Cikoneng Tikukur dengan penanaman 1.000 pohon; Grup 3 Rawa Gede dengan penanaman 1.500 pohon; dan Grup 4 Cisuren dengan penanaman 1.000 pohon.

Dimulai dengan Pembangunan 100 Sumur Resapan
 
Sebenarnya, lanjut Budi, sumur resapan bukanlah hal asing di kawasan Puncak. Tapi, fakta di lapangan, sumur resapan yang telah dibangun banyak yang  tidak terawat dan ada pula yang tidak dapat berfungsi lagi. Hal ini dipicu karena tidak ada yang melakukan pemeliharaan pasca pembangunan. 

“Dengan latar belakang itulah, dibuatlah program fasilitasi pembangunan sumur resapan dengan berbasis komunitas masyarakat dengan pola, yakni penguatan peran masyarakat dengan melibatkan masyarakat setempat; meminta masyarakat dan komunitas peduli lingkungan untuk berkomitmen mengurangi limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah melalui pembangunan sumur resapan,” ujarnya. 

Dalam pengadaan sumur resapan, sambung Budi, bekerja sama dengan badan usaha atau perusahaan melalui program CSR seperti PT Pertamina atau bekerja sama dengan sektor lain seperti Kementerian PUPR. 

“Sama halnya dengan penanaman pohon, pembangunan sumur resapan ini dengan perekaman koordinat dengan GPS dan kemudian dilakukan monitoring untuk memastikan sumur resapan yang dibangun tetap berfungsi. Pelaksanaan monitoring ini dilakukan oleh Komunitas Peduli Lingkungan secara berkala minimal 6 bulan sekali sejak pembangunan,” imbuhnya.

Diakui oleh Budi bahwa Kementerian ATR/BPN memfasilitasi pembangunan sumur resapan dari tahun tahun 2021 hingga tahun 2024. Adapun target pembangunan adalah 500 sumur resapan pada tahun 2021 dan 1000 sumur resapan hingga tahun 2024. 

“Diharapkan dengan tercapainya target tersebut, maka limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah di kawasan Puncak dapat berkurang secara signifikan. Untuk memudahkan monitoring pasca penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan di kawasan Puncak, maka dikembangkan Sistem Informasi yang dinamakan SIHERO, Sistem Informasi Hejo Royo-royo. Monitoring melalui SIHERO dilakukan oleh komunitas masyarakat untuk memastikan sumur resapan tetap berfungsi dengan baik. SIHERO ini memuat data identitas pohon atau sumur resapan dalam bentuk tabular maupun bentuk peta, antara lain nomor pohon atau sumur resapan,” ungkapnya. 

Budi melanjutkan pemulihan fungsi ruang kawasan Puncak juga dilakukan melalui tindakan kuratif yang tepat dan terukur, yaitu melalui kegiatan penertiban pemanfaatan ruang. Beberapa contoh indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan Puncak, seperti pembangunan villa di kawasan hutan, serta bangunan di badan sungai, dan sempadan sungai. Sebagai contoh, tahun 2019, Kementerian ATR/BPN melakukan fasilitasi pelaksanaan penertiban di kawasan Puncak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dengan melakukan pembongkaran terhadap beberapa bangunan yang tidak memiliki izin di kecamatan Cisarua. 

“Dari aspek pertanahan juga dilakukan pemantauan dan evaluasi Hak Atas Tanah di kawasan Puncak. Bagi mereka pemegang HAT terhadap pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan 2 tahun sejak HAT tersebut diberikan, khususnya HGU,” ujarnya. 

Pesan Puncak untuk Penyelamatan Kawasan Puncak
 
Perwakilan dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao Jumpono menyebutkan bahwa pihaknya melakukan pengawasan produk dalam budidaya kopi yang ditanam oleh Kementerian ATR/BPN. Sebab, pihaknya telah lama berkecimpung dalam budidaya kopi bahkan meraih juara 1 nasional mewakili Jawa Barat pada tahun 2016. 

Sementara itu, perwakilan dari Komunitas Puncak Hijau Royo-royo (HIRO) Esti Rahayu Sagita menyebutkan menjadi partner Kementerian ATR/BPN untuk tidak sekadar menanam seremonial saja, tapi menanam berkelanjutan. Oleh karena itu, pihaknya juga bekerja sama dengan KTH dengan menanam beberapa ribu kopi, pohon endemik, dan pohon buah-buahan. 

Ketua Wanhat BPC PHRI Kab. Bogor Agus Chandra Bayu melanjutkan bahwa PHRI Kab.Bogor telah berkontribusi terhadap kawasan Puncak dengan melaukan kegiatan penanman pohon dan juga sumur resapan sebagai penyangga kawasan Puncak dan sekitarnya. Diharapkan kerja sama ini tidak hanya di Kementerian ATR/BPN namun kementerian lainnya demi mendukung penghijauan kembali kawasan Puncak. 

Selanjutnya, Direktur Penunjang Bisnis PT Pertamina (Persero) Dedi Sunardi mendukung perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN membangun 400 sumur resapan yang tersebar di puncak ini. “Diharapkan langkah kecil ini dibandingkan kelestarian lingkungan di puncak ini dapat berguna bagi semuanya,” imbuh Dedi. 

Kemudian,  Senior Vice President PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Dadang Ramadhan P menyebutkan bahwa kegiatan penanam pohon ini rupanya memberikan efek bisnis. Seperti halnya kelompok tani yang telah menanam pohon kopi ini telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Diharapkan dengan adanya kredit usaha rakyat dapat memajukan usaha masyarakat. 

Bupati Bogor, Hj. Ade Yasin, SH, MM mengatakan bahwa kawasan Puncak memiliki fungsi ekologis bukan hanya untuk kabupaten Bogor, tapi juga Kota Bogor, kota Depok, DKI Jakarta, Provinsi Jakarta, juga Provinsi Banten. “Mari berkolaborasi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota, akademisi, pengusaha, termasuk pemilik kebun teh Ciliwung dan Gunung Mas agar kawasan Puncak tetap lestari dan memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama sektor wisata. Tidak saling menyalahkan, tapi saling menguatakan karena alam adalah tanggung jawab bersama. Mari menjaga alam dan alam menjaga kita,” imbuh Ade Yasin.  

Dalam kesempatan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut memberikan “Pesan Puncak” melalui video. Anies mengapresiasi Kementerian ATR/BPN yang telah berikhtiar menjaga lingkungan di kawasan pegunungan.  “Kita menyadari bahwa kawasan pegunungan merupakan ekosiustem yang harus kita jaga kelestariannya. Karena itu, kami sangat mendukung sekali program pelestarian lingkungan di kawasan pegunungan dan Pemprov DKI Jakarta akan terus proaktif membantu, men-support penanganan air di kawasan hulu melalui BKSP Jabodetabekpunjur. Pemprov DKI Jakarta mendukung kolaborasi antarwilayah melalui pembentukan PMO Jabodetabekpunjur yang diinisiasi Kementerian ATR sesuai amanat Perpres Nomor 60 Tahun 2020,” tutur Anies. 

Kawal Penanaman Pohon dan Pembangunan Sumur Resapan

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM menyampaikan bahwa kawasan Puncak merupakan bagian dari sub DAS hulu Ciliwung dan daerah tangkapan air sungai Cisampai dengan luas kurang lebih 369 hektar. 

Dalam pesan puncak, Bambang berkata bahwa rencana tindak DAS Ciliwung dan sekitarnya dalam upaya rehabilitas restorasi DAS mengedepankan empat aspek, yakni perlindungan DAS, penanggulangan bencana, pemanfaatan dan penguatan kelembagaan. 

“Aspek penguatan kelembagaan yang meliputi koordinasi kelembagaan, stakeholder engagement, mekanisme pembiayaan menjadi kunci penting mengingat daerah kawasan puncak merupakan areal pengunaan lain. Selanjutnya, optimalisasi RT/RW berorientasi pembangunan berkelanjutan dengan mengurangi luas wilayah terbangun di seluruh kawasan Puncak, terutama kawasan lindung dan konservasi dan melakukan rehabilitas hutan dengan proyeksi ekowisata untuk menjamin konservasi tanah dan air, serta konservasi keanekaragaman hayati. Kemudian, perlu disosialisasikan perubahan paradigma dari mengalirkan air menjadi meresepakan air, dari mengelola sungai menjadi mengelola DAS. Terakhir, implementasi restorasi DAS Ciliwung memerlukan aksi bersama para pihak, sinergi antar institusi, penegakan hukum, komunikasi, dan penyatuan kepentingan bersama bahwa pengelolaan DAS Ciliwung merupakan tanggung jawab bersama,” beber Bambang. 

Senada dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR Ir Jarot Widyoko, SP-1 bahwa pengelolaan DAS menjadi prioritas utama sebab sungai menerima akibatnya. 

“Intinya hujan yang turun dari langit kawasan Puncak dikembalikan ke bumi, jangan dialirkan ke selokan. Sebab, air di selokan ujung-ujungnya mengalir ke sungai. Sementara, sungai tidak pernah bertambah lebar dan dalam dengan sendirinya. Kami mendukung pengelolaan DAS dimulai dari diri sendiri seperti ketika melihat air hujan masih mengalir ke selokan, maka buatlah sumur resapan. Bila setiap rumah yang ada di kawasan Depok hingga Pusat bahkan ke Gunung dengan hitungan jutaan rumah yang ada menerapakan sumur resapan, misalnya 1 meter kubik per rumah, tentu dapat mengurangi banjir di Jakarta,” tutur Jarot. 

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Dr. Surya Tjandra, S.H, LL.M kembali mengingatkan bahwa hasil analisis tutupan dalam lima tahun dengan menggunakan peta citra pada tahun 2016 dan tahun 2021 terjadi pengurangan tutupan lahan sebanyak 3.876 hektar atau sekitar 13 persen dari 19.640 hektar menjadi 15.764 hektar, di mana perubahan dari lahan hutan menjadi lahan non hutan. 

“Memperbaiki masalah besar di hulu dengan menanam pohon dan membuat sumur resapan agar Puncak yang sering hujan airnya masih tersimpan di sini. Harapannya kegiatan Puncak ini menjadi ‘puncak’ yang tidak sekadar formalitas saja, tapi diperlukan pengawalan dengan monitoring aplikasi. Pekerjaan ini dapat diteruskan sampai HANTARU tahun depan dan setahun ke depan ini fokus untuk menanam pohon dan sumur resapan. Semoga dua tahun ke depan, segala permasalahan di hulu dapat terselesaikan,” tandas Surya. 

Dalam kegiatan “Pesan Puncak untuk Penyelamatan Kawasan Puncak” yang merupakan pamungkas dari rangkaian perayaan HANTARU 2021 ini dihadiri oleh perwakilan dari perbagai pihak terkait. Sebut saja, Ketua Wanhat BPC PHRI Kab. Bogor Agus Chandra Bayu; Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao Jumpono;Komunitas Puncak Hijau Royo-royo (HIRO) Esti Rahayu Sagita; Bupati Bogor, Hj. Ade Yasin, SH, MM; Senior Vice President PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Dadang Ramadhan P; Direktur Penunjang Bisnis PT Pertamina (Persero) Dedi Sunardi; Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR Ir Jarot Widyoko, SP-1; dan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM.

#HANTARU2021
#HANTARU
#KementerianATR/BPN
#ATRBPNKiniLebihBaik
#ATRBPNMajudanModern
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#DitjenPPTR
#PengendaliandanPenertibanTanahdanRuang

Tim Penyebaran Informasi, Ditjen PPTR
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional